Internalisasi
Nilai Karakter
Oleh:
Rahmat Kamal, M. Pd.I
Marilah sejenak kita
bermuhasabah akan kondisi bangsa akhir-akhir ini, dalam riset BNN dan Puslit UI
disebutkan bahwa biaya ekonomi dan sosial akibat penyalahgunaan narkoba di
Indonesia pada tahun 2004 mencapai 23,6 triliun, dengan rincian 78 % korban
tewas berusia 19-21 tahun. Pada tahun 2010 BKKBN mengeluarkan sebuah data bahwa
angka kehamilan di luar nikah mencapai 17% pertahun dengan rincian 2,4 juta
jiwa/tahun telah terjadi kasus kehamilan di luar nikah, sementara itu data
terbaru dari KOMNAS Perlindungan Anak disebutkan bahwa angka kekerasan antar
pelajar di Jabodetabek pada tahun 2010
berjumlah 128 kasus dengan rincian 40 orang meninggal dunia, namun pada tahun
2011 kasus tersebut meningkat 100% menjadi 339 kasus dengan rincian 82 orang
meninggal dunia.
Fenomena yang serba memprihatinkan
di atas harus menjadi bagian dari refleksi dan evalusi pendidikan kita selama
ini, apakah kemudian tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UUD 45
pasal 31 ayat 3 untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dari peserta didik telah berhasil? apakah tujuan pendidikan nasional yang
termaktub dalam UU Sisdiknas pasal 3 menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab telah tercapai?
Semua ini menjadi tantangan kita bersama khususnya para guru dalam menyampaikan
proses pembelajaran yang tidak hanya sekedar transfer of knowladge akan tetapi juga transfer
of values, lalu bagaimanakah proses internalisasi nilai-nilai karakter itu
mampu dan bisa dilakukan? Paling tidak ada beberapa alternatif yang harus kita
usahakan.
Pertama,
internalisasi nilai-nilai akan terbangun melalui proses Pembiasaan (al ‘adah) baik yang bersifat ritual maupun non ritual,
namun tidak hanya sekedar pembiasaan yang pada akhirnya terhenti dalam simbol-simbol
rutinitas formal, melainkan pembiasaan yang penuh dengan pemaknaan. Ketika guru
menajalankan rutinitas kegiatan sekolah misalnya jum’at bersih, maka tugas guru
disamping memberikan pendampingan juga memberikan pemaknaan terhadap kegiatan
tersebut, siswa diberikan pemahaman tentang arti penting dari apa yang mereka
lakukan. Ketika disatu sekolah diadakan kegiatan peringatan hari besar agama,
maka guru dan pihak sekolah tidak hanya sekedar menjalankan rutinitas semata,
akan tetapi lebih dari itu guru mampu menyadarkan para siswa dengan makna
dibalik agenda acara.
Usaha
yang bisa dilakukan guru dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter yang
kedua adalah berlatih (riyadhah) untuk selalu berbuat kebajikan, misalnya
saja adalah guru dan pihak sekolah memberikan waktu dan ruang kepada siswa
untuk berlatih jujur dengan mendirikan kantin kejujuran, atau dilatih untuk
memilii kepekaan sosial yang tinggi dengan cara pembentukan organisasi siswa
dibidang bencana, sehingga dari sini siswa mampu dan bisa belajar berempati
terhadap dunia sosial yang ada disekitarnya.
Usaha
selanjutnya yang harus senantiasa dilakukan adalah adanya keteladanan (uswah)
dari guru dan orang-orang yang berada didalam lingkungan sekolah artinya
keteladanan tidak hanya ditunjukkan oleh para guru akan tetapi juga seluruh
karyawan yang ada disekolah, mengapa hal ini dilakukan? karena siswa akan
belajar dari lingkungan terdekatnya, ketika seorang karyawan petugas kebersihan
menjalankan tugasnya menjaga kebersihan disetiap sudut dan ruangan sekolah
diikuti dengan peran guru yang ikut menjaga kebersihan sekolah, maka siswa akan
mulai mengamati, merasakan dan pada akhirnya akan ikut menjaga kebersihan.
Ketika disatu sekolah diadakan program pembiasaan yang bersifat ritual misalnya
shalat dhuha, maka kemudian guru dan seluruh karyawan ikut mengawal program
tersebut dengan membersamai para siswa dalam menjalankan program shalat dhuha,
dan disaat lingkungan telah membersamainya secara positif maka dengan
sendirinya sikap dan karakter positif itu akan terbangun dari salam jiwa
seorang siswa dengan menjadikan guru dan lingkungan sekitar sebagai figur dan
cerminannya.
Usaha
yang keempat adalah adanya program renungan/intropeksi diri (muhasabah),
program sekolah atau kelas yang bisa dilakukan berskala ini sangatlah besar
peranannya dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter, karena target utama
dari program ini adalah mengasah kepekaan bathin atau afeksi para siswa yang
selama ini mungkin hampa karena dipenuhi dengan muatan kognisi tanpa refleksi,
dan ketika sisi ruang bathin siswa mulai terasah dengan mampu menyadari akan
kekurangan dan kealfaannya selama ini, maka lambat laut keterasahan bathin ini
akan membentuk sebuah karakter yang positif dikemudian hari.
Usaha
yang kelima adalah adanya integrasi nilai-nilai karakter dalam semua materi
pelajaran, baik pelajaran yang secara subtantif materi mengajarkan nilai-nilai
seperti PAI dan PKN, maupun pelajaran-pelajaran yang tidak secara subtantif
mengajarkan nilai-nilai akan tetapi integrasi nilai-nilai tersebut
direfleksikan kedalam materi pelajaran, seperti IPS, IPA, Matematika dan lain
sebagainya. Oleh karenanya desain RPP berkarakter akan sangat membantu para
guru dalam merefleksikan nilai-nilai karakter kedalam sebuah materi pelajaran.
Semoga kelima usaha ini mampu dan
bisa membantu para guru dalam menjalankan misi sucinya membantu para siswa
dalam membentuk karakter positifnya menjadi manusia yang cerdas secara
kognitif intelektual akan tetapi juga afektif spiritual.Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar