Kamis, 03 Januari 2013

Pendidikan Karakter

Internalisasi Nilai Karakter
Oleh: Rahmat Kamal, M. Pd.I
Marilah sejenak kita bermuhasabah akan kondisi bangsa akhir-akhir ini, dalam riset BNN dan Puslit UI disebutkan bahwa biaya ekonomi dan sosial akibat penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 23,6 triliun, dengan rincian 78 % korban tewas berusia 19-21 tahun. Pada tahun 2010 BKKBN mengeluarkan sebuah data bahwa angka kehamilan di luar nikah mencapai 17% pertahun dengan rincian 2,4 juta jiwa/tahun telah terjadi kasus kehamilan di luar nikah, sementara itu data terbaru dari KOMNAS Perlindungan Anak disebutkan bahwa angka kekerasan antar pelajar di Jabodetabek  pada tahun 2010 berjumlah 128 kasus dengan rincian 40 orang meninggal dunia, namun pada tahun 2011 kasus tersebut meningkat 100% menjadi 339 kasus dengan rincian 82 orang meninggal dunia.
Fenomena yang serba memprihatinkan di atas harus menjadi bagian dari refleksi dan evalusi pendidikan kita selama ini, apakah kemudian tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UUD 45 pasal 31 ayat 3 untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dari peserta didik telah berhasil? apakah tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU Sisdiknas pasal 3 menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab telah tercapai? Semua ini menjadi tantangan kita bersama khususnya para guru dalam menyampaikan proses pembelajaran yang tidak hanya sekedar  transfer of knowladge akan tetapi juga transfer of values, lalu bagaimanakah proses internalisasi nilai-nilai karakter itu mampu dan bisa dilakukan? Paling tidak ada beberapa alternatif yang harus kita usahakan.
Pertama, internalisasi nilai-nilai akan terbangun melalui proses Pembiasaan  (al ‘adah)  baik yang bersifat ritual maupun non ritual, namun tidak hanya sekedar pembiasaan yang pada akhirnya terhenti dalam simbol-simbol rutinitas formal, melainkan pembiasaan yang penuh dengan pemaknaan. Ketika guru menajalankan rutinitas kegiatan sekolah misalnya jum’at bersih, maka tugas guru disamping memberikan pendampingan juga memberikan pemaknaan terhadap kegiatan tersebut, siswa diberikan pemahaman tentang arti penting dari apa yang mereka lakukan. Ketika disatu sekolah diadakan kegiatan peringatan hari besar agama, maka guru dan pihak sekolah tidak hanya sekedar menjalankan rutinitas semata, akan tetapi lebih dari itu guru mampu menyadarkan para siswa dengan makna dibalik agenda acara.
Usaha yang bisa dilakukan guru dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter yang kedua adalah berlatih (riyadhah) untuk selalu berbuat kebajikan, misalnya saja adalah guru dan pihak sekolah memberikan waktu dan ruang kepada siswa untuk berlatih jujur dengan mendirikan kantin kejujuran, atau dilatih untuk memilii kepekaan sosial yang tinggi dengan cara pembentukan organisasi siswa dibidang bencana, sehingga dari sini siswa mampu dan bisa belajar berempati terhadap dunia sosial yang ada disekitarnya.
Usaha selanjutnya yang harus senantiasa dilakukan adalah adanya keteladanan (uswah) dari guru dan orang-orang yang berada didalam lingkungan sekolah artinya keteladanan tidak hanya ditunjukkan oleh para guru akan tetapi juga seluruh karyawan yang ada disekolah, mengapa hal ini dilakukan? karena siswa akan belajar dari lingkungan terdekatnya, ketika seorang karyawan petugas kebersihan menjalankan tugasnya menjaga kebersihan disetiap sudut dan ruangan sekolah diikuti dengan peran guru yang ikut menjaga kebersihan sekolah, maka siswa akan mulai mengamati, merasakan dan pada akhirnya akan ikut menjaga kebersihan. Ketika disatu sekolah diadakan program pembiasaan yang bersifat ritual misalnya shalat dhuha, maka kemudian guru dan seluruh karyawan ikut mengawal program tersebut dengan membersamai para siswa dalam menjalankan program shalat dhuha, dan disaat lingkungan telah membersamainya secara positif maka dengan sendirinya sikap dan karakter positif itu akan terbangun dari salam jiwa seorang siswa dengan menjadikan guru dan lingkungan sekitar sebagai figur dan cerminannya.  
Usaha yang keempat adalah adanya program renungan/intropeksi diri (muhasabah), program sekolah atau kelas yang bisa dilakukan berskala ini sangatlah besar peranannya dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter, karena target utama dari program ini adalah mengasah kepekaan bathin atau afeksi para siswa yang selama ini mungkin hampa karena dipenuhi dengan muatan kognisi tanpa refleksi, dan ketika sisi ruang bathin siswa mulai terasah dengan mampu menyadari akan kekurangan dan kealfaannya selama ini, maka lambat laut keterasahan bathin ini akan membentuk sebuah karakter yang positif dikemudian hari.
Usaha yang kelima adalah adanya integrasi nilai-nilai karakter dalam semua materi pelajaran, baik pelajaran yang secara subtantif materi mengajarkan nilai-nilai seperti PAI dan PKN, maupun pelajaran-pelajaran yang tidak secara subtantif mengajarkan nilai-nilai akan tetapi integrasi nilai-nilai tersebut direfleksikan kedalam materi pelajaran, seperti IPS, IPA, Matematika dan lain sebagainya. Oleh karenanya desain RPP berkarakter akan sangat membantu para guru dalam merefleksikan nilai-nilai karakter kedalam sebuah materi pelajaran.
Semoga kelima usaha ini mampu dan bisa membantu para guru dalam menjalankan misi sucinya membantu para siswa dalam membentuk karakter positifnya menjadi manusia yang cerdas secara kognitif intelektual akan tetapi juga afektif spiritual.Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar