Kamis, 03 Januari 2013

Pendidikan Integratif-Interkonektif


PENGEMBANGAN MATERI PAI MI
DARI PERSPEKTIF INTEGRASI-INTERKONEKSI


A.     PENDAHULUAN

Dikotomi ilmu dan pentingnya konsep integrasi interkoneksi
Ada anggapan selama ini bahwa terdapat dikotomi antara ilmu agama dan Ilmu umum. Abd. Rachman Assegaf mengungkapkan beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya dikotomi ilmu ini, yakni: 1) faktor perkembangan pembidangan ilmu, 2) faktor historis perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran sejak Abad Pertengahan, 3) faktor internal kelembagaan pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruan. Mengenai faktor yang ketiga, Abd. Rachman Assegaf lebih lanjut menggungkapkan bahwa hal tersebut kemudian berakibat pada munculnya anggapan bahwa madrasah mewakili lembaga pendidikan agama, sedangkan sekolah umum merupakan wadah bagai pendidikan (umum) umat.[1]
Sutrisno mengungkapkan akibat dari sistem pendidikan yang dikotomis adalah lahirnya pribadi-pribadi dengan standar moral ganda, misalnya seorang muslim yang taat beribadah namun pada saat yang lain juga melakukan korupsi, menindas, dan melakukan perbuatan tercela[2]. Pada masa Menag Mukti Ali, muncul SKB tiga Menteri yang berimplikasi pada meningkatnya porsi pengetahuan umum di madrasah menjadi 70% pengetahuan umum dan 30% pengetahuan agama. Menanggapi hal tersebut, Muhaimin mengungkapkan bahwa SKB tersebut masih sering dipahami secara simbolik kuantitatif oleh pengelola madrasah, sehingga justru membuat lulusan mandul baik ilmu umum, maupun agamanya[3].
Secara normatif, dalam Islam tidak dijumpai adanya dikotomi ilmu. Ini dapat ditemukan dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11; “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” juga sabda Nabi; “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim (laki-laki maupun perempuan)”. Untuk itu, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam harus mampu menyingkirkan pola-pola pembelajaran yang dikotomik. Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pola pembelajaran yang dikotomik ini adalah pengembangan materi PAI MI dari perspektif integrasi interkoneksi.

B.      KONSEP INTEGRASI-INTERKONEKSI MATERI PAI MI
Abd. Rachman Assegaf mengungkapkan, integratif adalah keterpaduan kebenaran wahyu dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta. Struktur keilmuan yang integratif disini tidak berarti antara berbagai ilmu tersebut dilebur menjadi satu bentuk ilmu yang identik, melainkan karakter, corak, dan hakikat antara ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material-spiritual, akal-wahyu, ilmu umum-ilmu agama, jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Sedangkan interkoneksitas adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi[4]. Maya Fitria, mengemukakan pendapatnya mengenai paradigma keilmuan integrasi interkoneksi bahwa “secara pasti, paradigma ini dapat ditegaskan sebagai sebuah proses penyatuan antara ilmu dengan agama (islam)”[5]. Dari sini asumsi yang dapat diajukan sebagai konsep dasar integrasi interkoneksi  ialah bahwa ilmu itu satu.
Mengutip Azyumardi Azra, Jasa Ungguh Muliawan mengatakan bahwa perdebatan dikotomi ilmu dalam pemikiran Islam, yaitu pertentangan dikotomi ilmu dengan istilah kelompok ilmu “antroposentris” dihadapkan dengan kelompok ilmu “teosentris” dapat dijelaskan berdasarkan konsep kesatuan ilmu Islam[6]. Jika diukur berdasarkan tingkat kedekatannya dengan realitas kenyataan, maka ilmu pengetahuan teosentris lebih jauh rentang jaraknya dengan realitas kenyataan dibandingkan ilmu pengetahauan antroposentris, ilmu pengetahuan teosentris bersifat absolut, mutlak, dan teoritis[7].
Di madrasah, ilmu antroposentris tersebut terwujud dalam pengetahuan umum sedangkan ilmu teosentris terwujud dalam pengetahuan agama. Dengan konsep kesatuan ilmu Islam, porsi kurikulum 30% pengetahuan agama dan 70% pengetahuan umum hendaknya dapat membawa madrasah menjadi lebih diperhitungkan dalam pembangunan dan pendidikan nasional. Porsi kurikulum seperti ini dapat menjadi pijakan untuk melengkapi ilmu islam yang sebelumnya masih didominasi pengetahuan agama dengan pengetahuan umum. Pengetahuan agama menjadi landasan keilmuan Islam di madrasah yang menekankan pada nilai spiritual (iman, aqidah dan untuk membentuk pribadi Islami). Sedangkan pengetahuan umum (Sain/IPA) dapat menjadi landasan keilmuan Islam yang mendukung secara empiris terhadap nilai spiritual tersebut. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan M. Quraish Shihab, bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan Kemahakuasaan Allah, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan sesuai dengan prinsip bismi Rabbik[8]. Untuk dapat mewujudkan hal itu, maka integrasi dan interkoneksi antara materi PAI - Sain/IPA MI perlu dilakukan.
Pengetahuan agama menekankan pada nilai spiritual. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Penanaman nilai-nilai normatif (Islam) dalam pengembangan keilmuan ini sangat penting. Kaitannya dengan kajian integrasi-interkoneksi ilmu, nilai spiritual dapat menjadi rambu-rambu normatif dari aktivitas ilmiah.
Aktivitas ilmiah yang menjadi titik tolak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa rambu-rambu normatif akan bergerak tanpa kendali, bahkan menjadi melenceng dari yang seharusnya berjalan untuk kesejahteraan manusia menjadi menyengsarakan manusia. Hal ini telah lama menjadi kekhawatiran dari para filosof. Terhadap kecemasan ini, Rizal Mustansyir dan Misnal Munir mengemukakan beberapa alasannya, yakni alasan historis, “anak-anak Renaissance yang memisahkan antara aktivitas ilmiah dengan nilai-nilai keagamaan di masa lalu menjadikan ilmu bergerak tanpa kendali dan kering dari rambu-rambu normatif”. Kedua; alasan normatif, “orientasi akademik mengalami pergeseran dari wilayah keilmuan ke wilayah pasar yang cenderung profit oriented, sehingga demi uang segolongan ilmuan tak segan-segan melanggar kode etik ilmiah”[9].
Dari uraian di atas, beberapa hal yang dapat digarisbawahi sebagai konsep integrasi interkoneksi ilmu khususnnya yang dapat dilakukan di MI yakni, pertama; Islam tidak mengenal dikotomi ilmu, yang berarti ilmu pada dasarnya adalah satu. Kedua; pengetahuan agama dan pengetahuan umum yang ada di madrasah perlu diintegrasikan dan diinterkoneksikan agar ilmu yang didapat anak didik menjadi ‘utuh’. integarasi dan interkoneksi tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan kurikulum (materi/SK-KD), baik PAI maupun Sain. Ketiga; mata pelajaran PAI dikembangkan untuk menanamkan nilai spiritual dalam diri peserta didik yang dapat menjadi rambu-rambu normatif dari kajian ilmiah Sain/IPA. Sedangkan mata pelajaran Sain/IPA dikembangkan sebagai tinjauan ilmiah terhadap materi PAI yang sering bersifat normatif. Dengan begitu, pengembangan materi PAI MI dari perspektif integrasi interkoneksi adalah merekayasa pembelajaran agar dapat memadukan antara kebenaran agama dengan kebenaran empiris, serta mencari keterkaitan yang saling mempengaruhi antar materi/SK-KD dari mata pelajaran yang ada, melalui pengembangan silabus PAI MI. Konsep integrasi interkoneksi ini dapat dilihat pada bagan berikut:



 






                                                        INTEGRASI  INTERKONEKSI  




Pengembangan materi PAI MI dari perspektif integrasi-Interkoneksi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Integrasi interkoneksi internal dilakukan dengan memadukan atau mencari titik temu diantara mata pelajaran yang ada dalam rumpun PAI. Ada lima mata pelajaran dalam rumpun PAI, yakni; Qur’an, Aqidah, Akhlak, Fiqih dan Tarikh.
Tujuan integrasi interkoneksi internal ini adalah untuk membantu peserta didik mendapatkan pemahaman yang terpadu terhadap kelima mata pelajaran tersebut. Dengan begitu nilai-nilai spiritual (Islam) anak didik sebagai seorang muslim dapat dicapai secara utuh. Misalnya saja, anak didik tidak sekedar mempercayai Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa (Aqidah), tetapi juga mampu melakukan sholat dengan baik (Fiqih) sebagai wujud kepercayaannya tersebut, mampu melafalkan surat-surat yang dibaca dalam sholat dengan fasih (Qur’an). Selain saleh secara spiritual, anak didik juga ‘saleh secara sosial’ dengan berprilaku terpuji (Akhlak), dengan meneladani perilaku Nabi Muhammad atau sahabat Nabi (Tarikh) yang kuat tidak saja pada segi ritual tetapi juga sosial.
Sedangkan secara eksternal integrasi-interkoneski dilakukan antar materi dalam rumpun PAI dengan materi dalam mata pelajaran Sain. Dengan integrasi-interkoneksi eksternal ini, kebenaran wahyu yang ada dalam PAI diharapkan dapat didukung dengan tinjauan ilmiah yang ada dalam materi Sain/IPA. Jika hal ini dapat dilakukan maka diharapkan anak didik akan semakin kuat nilai spiritual Islamnya dengan landasan yang lebih komprehensif.

C.      IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN MATERI PAI MI DARI PERSPEKTIF INTEGRASI INTERKONEKSI

Seperti telah disampaikan sebelumnya, iplementasi pengembangan materi PAI MI dari perspektif integrasi interkoneksi dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.
1.      Integrasi Interkoneksi Internal
Sebagai contoh, berikut ini adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) PAI MI tahun 2006 kelas IV Semester 2:

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Al Qur’an
6.  Membaca surat-surat Al Qur’an

6.1 Membaca QS Al-Kautsar dengan lancar
6.2 Membaca QS An-Nashr dengan lancar
6.3 Membaca QS Al-‘Ashr dengan lancar
Aqidah
7.  Mengenal Malaikat dan tugasnya

7.1  Menjelaskan pengertian Malaikat
7.2  Menyebutkan nama-nama Malaikat
7.3  Menyebutkan tugas-tugas Malaikat
Tarikh
8.  Menceritakan kisah Nabi

8.1  Menceritakan kisah Nabi Ibrahim AS
8.2  Menceritakan kisah Nabi Ismail AS
Akhlak
9. Membiasakan perilaku terpuji

9.1  Meneladani perilaku Nabi Ibrahim AS
9.2  Meneladani Nabi Ismail AS
Fiqih
10.  Melaksanakan dzikir dan do’a

10.1         Melakukan dzikir setelah shalat
10.2         Membaca do’a setelah shalat


Untuk mengintegrasikan kelima SK-KD dari mata pelajaran dalam rumpun PAI MI di atas terlebih dahulu dicari titik temu. Jika dilihat, untuk mapel Tarikh dan Aqidah sudah sangat jelas keterkaitannya, yaitu menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (Tarikh) dan Meneladani Perilaku Nabi Ibrahim dan Ismail (Aqidah). Kemudian dalam SK-KD mapel Qur’an ditemukan KD membaca QS Al-Kautsar. Dalam QS Al-Kautsar ini terdapat perintah untuk berqurban yang merupakan napak tilas dari kisah Nabi Ibrahim yang mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi Ismail.
Dalam QS Al-Kautsar ayat 1 dan 2 menerangkan bahwa Allah telah memberikan nikmat yang banyak juga perintah untuk mendirikan Shalat. Mengenai nikmat yang banyak diberikan Allah, ini dapat dikaitkan dengan tugas-tugas malaikat. Misalnya saja tugas Malaikat Mikail yang sering disebutkan mempunyai tugas menurunkan hujan dan membagi rezeki. Selain itu tugas malaikat Raqib dan Atid untuk mencatat amal baik dan buruk dapat dikaitkan dengan SK-KD Aqidah, yakni meneladani perilaku Nabi Ibrahim dan Ismail yang terpuji. Sedangkan perintah mendirikan shalat dapat dikaitkan dengan SK-KD Fiqih, yakni melakukan Dzikir dan Doa setelah Shalat. Selain itu sebagai pengembangan dapat ditemukan Doa dari Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam Al-Qur’an, yakni dalam QS Ibrahim 14: 35,40, dan 41.
Dari uraian di atas, langkah selanjutnya yakni melakukan pengembangan materi. Meminjam prinsip dalam pembelajaran tematik, tema dapat menjadi alat pemersatu beberapa mata pelajaran atau bahan kajian. “Dalam terminologi kurikulum lintas bidang studi, tema yang demikian sering disebut sebagai pusat acuan dalam proses pembauran atau pengintegrasian sejumlah mata pelajaran”[10]. Dengan menentukan tema yang mampu mengakomodasi berbagai keterkaitan antar beberapa mata pelajaran, maka pengembangan materi yang dilakukan nanti dapat terlihat jelas integrasinya. Memperhatikan uraian sebelumnya mengenai keterkaitan materi, maka tema yang dapat diajukan adalah ketaatan pada Allah. Tema ini juga sesuai dengan konsep integrasi interkoneksi dimana materi PAI dikembangkan untuk membentuk kepribadian muslim anak didik.
Dengan begitu, maka pengembangan materi yang dapat dilakukan diantaranya:
1.      Dalam Mata Pelajaran Qur’an:
a.      Untuk KD membaca QS Al-Kautsar dengan lancar dapat ditambahkan dengan mengetahui artinya.
b.      Guru juga dapat menyampaikan keterkaitan antara perintah Qurban yang terdapat pada ayat kedua dengan kisah Nabi Ibrahim.
c.       Guru mengaitkan pembelajaran dalam mata pelajaran Qur’an ini dengan Ketaatan Nabi Ibrahim. Dapat pula dikaitkan dengan pelaksanaan Shalat sebagai salah satu wujud ketaatan kepada Allah.
2.      Dalam Mata Pelajaran Aqidah:
a.      Dalam KD, Menyebutkan tugas-tugas malaikat. Malaikat Mikail yang bertugas mengatur falaq cakrawala[11], atau sering juga disebutkan bertugas menurunkan hujan dan membagi Rizki dapat ditambahkan tinjauan dari Al-Qur’an, misalnya QS An Naba’ ayat 14-16, yang artinya “Dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah” (14), ”Supaya kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan” (15), “Dan kebun-kebun yang lebat” (16).
b.      Kaitannya dengan ketaatan kepada Allah, anak didik dapat diberikan pemahaman bahwa rezeki Allah begitu banyak dilimpahkan sehingga ketaatan kepada Allah adalah kewajiban yang sebenarnya menjadi kebutuhan anak didik. Ini juga dapat dikaitkan dengan tugas Maliakat Raqib dan Atid yang mencatat segala amal baik dan buruk yang dilakukan manusia.
3.      Dalam Mata Pelajaran Tarikh:
a.      Dalam KD disebutkan Menceritakan kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Untuk KD ini dapat diarahkan pada kisah Nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi Ismail. Materi ini hendaknya menekankan pada begitu besarnya Ketaatan dan Keikhlasan Nabi Ibrahim serta Nabi Ismail kepada Allah.
b.      Sebagai tambahan dapat disampaikan pula kaitan kisah tersebut dengan perintah qurban yang terdapat dalam QS Al-Kautsar.
4.      Dalam Mata Pelajaran Akhlak:
a.      Dalam KD disebutkan; meneladani perilaku Nabi Ibrahim AS. Mengenai perilaku Nabi Ibrahim yang dapat diteladani adalah mau mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya untuk membuktikan ketaatan dan kecintaannya kepada Allah yang melebihi apapun.
b.      Kaitannya dengan pengembangan materi hubungannya dengan meneladani perilaku Nabi Ibrahim dan Ismail dapat diarahkan dalam bersedekah/berinfak. Dapat juga dengan Shalat dengan tepat waktu (terkait dengan KD mapel Qur’an mengenai QS Al-Kautsar tentang perintah mendirikan Shalat).
5.      Dalam Mata Pelajaran Fiqih:
a.      Untuk KD Membaca Doa setelah Shalat, materi dapat dikembangkan dengan doa-doa yang dari Nabi Ibrahim yang terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya dalam QS Ibrahim 14: ayat 35, 40 dan 41:
  Éb>u ö@yèô_$# #x»yd t$s#t6ø9$# $YYÏB#uä ÓÍ_ö7ãYô_$#ur ¢ÓÍ_t/ur br& yç7÷è¯R tP$oYô¹F{$# ÇÌÎÈ
35.  ...."Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Éb>u ÓÍ_ù=yèô_$# zOŠÉ)ãB Ío4qn=¢Á9$# `ÏBur ÓÉL­ƒÍhèŒ 4 $oY­/u ö@¬6s)s?ur Ïä!$tãߊ ÇÍÉÈ
 40.  Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
$oY­/u öÏÿøî$# Í< £t$Î!ºuqÏ9ur tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur tPöqtƒ ãPqà)tƒ Ü>$|¡Åsø9$# ÇÍÊÈ
41.  Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".


2.      Integrasi Interkoneksi Eksternal
Sebagai contoh, berikut ini SK-KD IPA tahun 2006 kelas IV Semester 2 tentang Bumi dan alam Semesta:
10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut)
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)


Dalam SK-KD PAI Kelas IV Semester 2 sebelumnya, dalam mata pelajaran Aqidah tentang tugas malaikat, telah disinggung sebelumnya tentang Malaikat Mikail yang bertugas menurunkan hujan dan membagi rizki. Tentang turunnya hujan dibahas dalam mata pelajaran IPA, seperti dapat dilihat dalam SK-KD IPA diatas.
Dalam kajian IPA, hujan terjadi dari uap air/air laut yang menguap karena panas matahari yang kemudian menguap naik menjadi awan. Awan tersebut kemudian akan mencair dan terjadilah hujan. Untuk mengintegrasi dan menginterkoneksikan tinjauan ilmiah ini materi PAI yang ada dapat dikembangkan dengan menambahkan kajian tentang surat An Naba’ ayat13  dan 14, yang berbunyi:
$uZù=yèy_ur %[`#uŽÅ  %[`$¨dur ÇÊÌÈ
13.  Dan kami jadikan Pelita yang amat terang (matahari),
$uZø9tRr&ur z`ÏB ÏNºuŽÅÇ÷èßJø9$# [ä!$tB %[`$¯gwR ÇÊÍÈ
14.  Dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah,

Pengembangan materi dengan menampilkan QS An Naba’ diatas dapat memberikan pemahaman bahwa Allah menurunkan hujan juga melalui prosedur alamiah. Selain itu, penjelasan ilmiah mengenai terjadinya hujan juga dapat ditemui dalam Al-Qur’an.
Contoh lain, berikut ini SK-KD MI Kelas VI Semester 1 pada mata pelajaran PAI Al-Qur’an dan IPA:
Al Qur’an
1. Mengartikan Al Qur’an Surat pendek pilihan  

1.1     Membaca QS Al-Qadr dan QS Al-‘Alaq ayat 1-5
1.2     Mengartikan QS Al-Qadr dan QS Al-‘Alaq ayat 1-5
2. Memahami cara perkembangbiakan makhluk hidup
2.1 Mendeskripsikan  perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia
2.2 Mendeskripsikan  ciri-ciri  perkembangan fisik anak laki-laki dan perempuan
2.3 Mengidentifikasi cara perkembangbiakan tumbuhan dan hewan
2.4 Mengidentifikasi cara perkembangbiakan manusia



Terdapat keterkaitan diantara dua KD diatas, yakni tentang peciptaan manusia oleh Allah (dalam PAI Qur’an) dan perkembangbiakan manusia (dalam IPA). Dalam QS Al alaq ayat 2 disebutkan:
t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ
3.       Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Pada kajian IPA reproduksi/perkembangbiakan manusia dimulai dengan pembuahan ovum oleh sperma. Untuk lebih memperjelas keterkaitan antara materi PAI dan IPA diatas, pengembangan materi PAI Qur’an dapat dilakukan dengan menambahkan kajian QS Ar-Rum 20, yang artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”
Tentang ayat ini, Ibn Kasir menafsirkan basyarun tantansyirun (manusia yang berkembang biak) pada ayat diatas, bahwa manusia berasal dari tanah, atau memakan makanan yang dihasilkan dari bercocok tanam, kemudian sari pati makanan itu menjadi sperma yang dipertemukan dengan ovum wanita, hasil pertemuan itu kemudian berubah menjadi segumpal darah dan beberapa hari kemudian berubah menjadi segumpal daging. Segumpal daging itu kemudian berubah menjadi tulang belulang, kemudian tulang-belulang dibungkus dengan daging. Setelah itu, Allah meniupkan ruh ke dalamnya[12]. Dengan tafsir dari Ibn Kasir ini, penjelasan dari ayat Al-Qur’an bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah dapat ditemukan kesesuannya dalam kajian ilmiah. Proses kejadian manusia yang berawal dari materi (tanah dan air) dan imateri (ruh) ini antara lain dijelaskan pula dalam QS. Al Mukminun 12-14 dan QS. As Sajdah ayat 7-9[13].

D.     PENUTUP DAN SARAN
Untuk lebih memudahkan pengembangan materi PAI MI dari  perspektif integrasi interkoneksi, guru PAI MI hendaknya mendalami materi bidang sain disamping materi yang menjadi bidang ajarnya. Selain itu kerjasama antara guru PAI dan guru IPA MI perlu dijalin dalam merencanakan pembelajaran, sehingga integrasi interkoneksi yang dilakukan dapat berjalan dari dua arah. Perancangan kurikulum MI juga perlu mempertimbangan kesesuaian antara kurikulum mata pelajaran PAI dan IPA.
*****




DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama, 2005, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Fitria, Maya, Psikologi Integrasi Interkoneksi dalam, 2007, Keilmuan, Integrasi dan Interkoneksi Bidang Agama dan Sosial, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga
Hamka, 1987, Pelajaran Agama Islam, Cet IX, Jakarta: PT Bulan Bintang
Lidinilah, Mustafa Anshori, dkk, 2006, Pendidikan Agama Islam, Cet II, Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM
Muhaimin, 2004, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Cet II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muliawan, Jasa Ungguh, 2005, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, 2009, Filsafat Ilmu, Cet IX, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Shihab, M. Quraish, 1996, Wawasan Al-Qur’an, Cet III, Bandung: Mizan
Sjadzali, Munawir, Chamamah Soeratno, dkk (ed), 2002, Enslikopedi Al-Qur’an, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa
Sutrisno, 2008, Pendidikan Islam Yang Menghidupkan, Cet II, Yogyakarta: Kota Kembang






[1] Abd. Rachman Assegaf “Pengantar” dalam: Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal vii-x
[2] Sutrisno, Pendidikan Islam Yang Menghidupkan, Cet II (Yogyakarta: Kota Kembang, 2008), hal 3
[3] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Cet II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal 176
[4] Abd. Rachman Assegaf, dalam Pendidikan Islam..., hal xii
[5] Maya Fitria, Psikologi Integrasi Interkoneksi, dalam Keilmuan, Integrasi dan Interkoneksi Bidang Agama dan Sosial (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2007), hal 369
[6] Jasa Ungguh Muliawan,  Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal 209
[7] Ibid
[8]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Cet III (Bandung: Mizan, 1996), hal 445
[9] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Cet IX (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal V
[10] Departemen Agama, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Direktoran Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal 14
[11] Hamka, Pelajaran Agama Islam, Cet IX (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), hal 118
[12]Munawir Sjadzali, Chamamah Soeratno, dkk (ed), Enslikopedi Al-Qur’an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), hal 329
[13] Mustafa Anshori Lidinilah dkk, Pendidikan Agama Islam, Cet II (Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM, 2006), hal 25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar