PENGEMBANGAN
MATERI PAI MI
DARI
PERSPEKTIF INTEGRASI-INTERKONEKSI
A.
PENDAHULUAN
Dikotomi ilmu dan pentingnya konsep integrasi interkoneksi
Ada anggapan selama ini bahwa terdapat dikotomi antara ilmu
agama dan Ilmu umum. Abd. Rachman Assegaf mengungkapkan beberapa hal yang
menjadi penyebab terjadinya dikotomi ilmu ini, yakni: 1) faktor perkembangan
pembidangan ilmu, 2) faktor historis perkembangan umat Islam ketika mengalami
masa kemunduran sejak Abad Pertengahan, 3) faktor internal kelembagaan
pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruan.
Mengenai faktor yang ketiga, Abd. Rachman Assegaf lebih lanjut menggungkapkan
bahwa hal tersebut kemudian berakibat pada munculnya anggapan bahwa madrasah
mewakili lembaga pendidikan agama, sedangkan sekolah umum merupakan wadah bagai
pendidikan (umum) umat.[1]
Sutrisno mengungkapkan akibat dari sistem pendidikan yang
dikotomis adalah lahirnya pribadi-pribadi dengan standar moral ganda, misalnya
seorang muslim yang taat beribadah namun pada saat yang lain juga melakukan
korupsi, menindas, dan melakukan perbuatan tercela[2]. Pada
masa Menag Mukti Ali, muncul SKB tiga Menteri yang berimplikasi pada
meningkatnya porsi pengetahuan umum di madrasah menjadi 70% pengetahuan umum
dan 30% pengetahuan agama. Menanggapi hal tersebut, Muhaimin mengungkapkan
bahwa SKB tersebut masih sering dipahami secara simbolik kuantitatif oleh
pengelola madrasah, sehingga justru membuat lulusan mandul baik ilmu umum,
maupun agamanya[3].
Secara normatif, dalam Islam tidak dijumpai adanya dikotomi
ilmu. Ini dapat ditemukan dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11; “Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat” juga sabda Nabi; “Menuntut ilmu itu wajib
bagi setiap Muslim (laki-laki maupun perempuan)”. Untuk itu, madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam harus mampu menyingkirkan pola-pola pembelajaran yang
dikotomik. Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pola pembelajaran
yang dikotomik ini adalah pengembangan materi PAI MI dari perspektif integrasi
interkoneksi.
B.
KONSEP INTEGRASI-INTERKONEKSI MATERI
PAI MI
Abd. Rachman Assegaf mengungkapkan, integratif adalah
keterpaduan kebenaran wahyu dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta.
Struktur keilmuan yang integratif disini tidak berarti antara berbagai ilmu
tersebut dilebur menjadi satu bentuk ilmu yang identik, melainkan karakter,
corak, dan hakikat antara ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi
material-spiritual, akal-wahyu, ilmu umum-ilmu agama, jasmani-rohani, dan
dunia-akhirat. Sedangkan interkoneksitas adalah keterkaitan satu pengetahuan
dengan pengetahuan yang lain akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi[4]. Maya
Fitria, mengemukakan pendapatnya mengenai paradigma keilmuan integrasi interkoneksi
bahwa “secara pasti, paradigma ini dapat ditegaskan sebagai sebuah proses
penyatuan antara ilmu dengan agama (islam)”[5]. Dari
sini asumsi yang dapat diajukan sebagai konsep dasar integrasi
interkoneksi ialah bahwa ilmu itu satu.
Mengutip Azyumardi Azra, Jasa Ungguh Muliawan mengatakan
bahwa perdebatan dikotomi ilmu dalam pemikiran Islam, yaitu pertentangan
dikotomi ilmu dengan istilah kelompok ilmu “antroposentris” dihadapkan dengan
kelompok ilmu “teosentris” dapat dijelaskan berdasarkan konsep kesatuan ilmu
Islam[6]. Jika
diukur berdasarkan tingkat kedekatannya dengan realitas kenyataan, maka ilmu pengetahuan
teosentris lebih jauh rentang jaraknya dengan realitas kenyataan dibandingkan
ilmu pengetahauan antroposentris, ilmu pengetahuan teosentris bersifat absolut,
mutlak, dan teoritis[7].
Di madrasah, ilmu antroposentris tersebut terwujud dalam
pengetahuan umum sedangkan ilmu teosentris terwujud dalam pengetahuan agama. Dengan
konsep kesatuan ilmu Islam, porsi kurikulum 30% pengetahuan agama dan 70% pengetahuan
umum hendaknya dapat membawa madrasah menjadi lebih diperhitungkan dalam
pembangunan dan pendidikan nasional. Porsi kurikulum seperti ini dapat menjadi
pijakan untuk melengkapi ilmu islam yang sebelumnya masih didominasi
pengetahuan agama dengan pengetahuan umum. Pengetahuan agama menjadi landasan
keilmuan Islam di madrasah yang menekankan pada nilai spiritual (iman, aqidah
dan untuk membentuk pribadi Islami). Sedangkan pengetahuan umum (Sain/IPA) dapat
menjadi landasan keilmuan Islam yang mendukung secara empiris terhadap nilai
spiritual tersebut. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan M. Quraish
Shihab, bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia
terhadap kehadiran dan Kemahakuasaan Allah, selain juga harus memberi manfaat
bagi kemanusiaan sesuai dengan prinsip bismi Rabbik[8].
Untuk dapat mewujudkan hal itu, maka integrasi dan interkoneksi antara materi
PAI - Sain/IPA MI perlu dilakukan.
Pengetahuan
agama menekankan pada nilai spiritual. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral
sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Penanaman nilai-nilai normatif
(Islam) dalam pengembangan keilmuan ini sangat penting. Kaitannya dengan kajian
integrasi-interkoneksi ilmu, nilai spiritual dapat menjadi rambu-rambu normatif
dari aktivitas ilmiah.
Aktivitas
ilmiah yang menjadi titik tolak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa
rambu-rambu normatif akan bergerak tanpa kendali, bahkan menjadi melenceng dari
yang seharusnya berjalan untuk kesejahteraan manusia menjadi menyengsarakan
manusia. Hal ini telah lama menjadi kekhawatiran dari para filosof. Terhadap
kecemasan ini, Rizal Mustansyir dan Misnal Munir mengemukakan beberapa alasannya,
yakni alasan historis, “anak-anak Renaissance yang memisahkan antara
aktivitas ilmiah dengan nilai-nilai keagamaan di masa lalu menjadikan ilmu
bergerak tanpa kendali dan kering dari rambu-rambu normatif”. Kedua; alasan
normatif, “orientasi akademik mengalami pergeseran dari wilayah keilmuan ke
wilayah pasar yang cenderung profit oriented, sehingga demi uang
segolongan ilmuan tak segan-segan melanggar kode etik ilmiah”[9].
Dari
uraian di atas, beberapa hal yang dapat digarisbawahi sebagai konsep integrasi
interkoneksi ilmu khususnnya yang dapat dilakukan di MI yakni, pertama; Islam
tidak mengenal dikotomi ilmu, yang berarti ilmu pada dasarnya adalah satu.
Kedua; pengetahuan agama dan pengetahuan umum yang ada di madrasah perlu
diintegrasikan dan diinterkoneksikan agar ilmu yang didapat anak didik menjadi
‘utuh’. integarasi dan interkoneksi tersebut dapat dilakukan dengan
mengembangkan kurikulum (materi/SK-KD), baik PAI maupun Sain. Ketiga; mata
pelajaran PAI dikembangkan untuk menanamkan nilai spiritual dalam diri peserta
didik yang dapat menjadi rambu-rambu normatif dari kajian ilmiah Sain/IPA. Sedangkan
mata pelajaran Sain/IPA dikembangkan sebagai tinjauan ilmiah terhadap materi
PAI yang sering bersifat normatif. Dengan begitu, pengembangan materi PAI MI
dari perspektif integrasi interkoneksi adalah merekayasa pembelajaran agar
dapat memadukan antara kebenaran agama dengan kebenaran empiris, serta mencari
keterkaitan yang saling mempengaruhi antar materi/SK-KD dari mata pelajaran
yang ada, melalui pengembangan silabus PAI MI. Konsep integrasi interkoneksi
ini dapat dilihat pada bagan berikut:
INTEGRASI INTERKONEKSI
Pengembangan materi PAI MI dari perspektif
integrasi-Interkoneksi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan
eksternal. Integrasi interkoneksi internal dilakukan dengan memadukan atau
mencari titik temu diantara mata pelajaran yang ada dalam rumpun PAI. Ada lima
mata pelajaran dalam rumpun PAI, yakni; Qur’an, Aqidah, Akhlak, Fiqih dan
Tarikh.
Tujuan integrasi interkoneksi internal ini adalah untuk
membantu peserta didik mendapatkan pemahaman yang terpadu terhadap kelima mata
pelajaran tersebut. Dengan begitu nilai-nilai spiritual (Islam) anak didik
sebagai seorang muslim dapat dicapai secara utuh. Misalnya saja, anak didik
tidak sekedar mempercayai Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa (Aqidah),
tetapi juga mampu melakukan sholat dengan baik (Fiqih) sebagai wujud
kepercayaannya tersebut, mampu melafalkan surat-surat yang dibaca dalam sholat
dengan fasih (Qur’an). Selain saleh secara spiritual, anak didik juga ‘saleh
secara sosial’ dengan berprilaku terpuji (Akhlak), dengan meneladani perilaku
Nabi Muhammad atau sahabat Nabi (Tarikh) yang kuat tidak saja pada segi ritual
tetapi juga sosial.
Sedangkan secara eksternal integrasi-interkoneski dilakukan
antar materi dalam rumpun PAI dengan materi dalam mata pelajaran Sain. Dengan
integrasi-interkoneksi eksternal ini, kebenaran wahyu yang ada dalam PAI
diharapkan dapat didukung dengan tinjauan ilmiah yang ada dalam materi
Sain/IPA. Jika hal ini dapat dilakukan maka diharapkan anak didik akan semakin
kuat nilai spiritual Islamnya dengan landasan yang lebih komprehensif.
C.
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN MATERI PAI
MI DARI PERSPEKTIF INTEGRASI INTERKONEKSI
Seperti telah disampaikan sebelumnya,
iplementasi pengembangan materi PAI MI dari perspektif integrasi interkoneksi
dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.
1.
Integrasi Interkoneksi Internal
Sebagai contoh, berikut ini adalah
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) PAI MI tahun 2006 kelas IV
Semester 2:
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Al Qur’an
6. Membaca surat-surat Al Qur’an
|
|
6.1 Membaca QS Al-Kautsar dengan lancar
6.2 Membaca QS An-Nashr dengan lancar
6.3 Membaca QS Al-‘Ashr dengan lancar
|
|
Aqidah
7. Mengenal Malaikat dan tugasnya
|
|
7.1 Menjelaskan
pengertian Malaikat
7.2 Menyebutkan
nama-nama Malaikat
7.3 Menyebutkan
tugas-tugas Malaikat
|
|
Tarikh
8. Menceritakan kisah Nabi
|
|
8.1 Menceritakan
kisah Nabi Ibrahim AS
8.2 Menceritakan
kisah Nabi Ismail AS
|
|
Akhlak
9. Membiasakan perilaku terpuji
|
|
9.1 Meneladani
perilaku Nabi Ibrahim AS
9.2 Meneladani
Nabi Ismail AS
|
|
Fiqih
10. Melaksanakan
dzikir dan do’a
|
|
10.1
Melakukan dzikir setelah shalat
10.2
Membaca do’a setelah shalat
|
Untuk mengintegrasikan kelima SK-KD
dari mata pelajaran dalam rumpun PAI MI di atas terlebih dahulu dicari titik
temu. Jika dilihat, untuk mapel Tarikh dan Aqidah sudah sangat jelas
keterkaitannya, yaitu menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (Tarikh)
dan Meneladani Perilaku Nabi Ibrahim dan Ismail (Aqidah). Kemudian dalam SK-KD
mapel Qur’an ditemukan KD membaca QS Al-Kautsar. Dalam QS Al-Kautsar ini
terdapat perintah untuk berqurban yang merupakan napak tilas dari kisah Nabi
Ibrahim yang mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi Ismail.
Dalam QS Al-Kautsar ayat 1 dan 2
menerangkan bahwa Allah telah memberikan nikmat yang banyak juga perintah untuk
mendirikan Shalat. Mengenai nikmat yang banyak diberikan Allah, ini dapat
dikaitkan dengan tugas-tugas malaikat. Misalnya saja tugas Malaikat Mikail yang
sering disebutkan mempunyai tugas menurunkan hujan dan membagi rezeki. Selain
itu tugas malaikat Raqib dan Atid untuk mencatat amal baik dan buruk dapat
dikaitkan dengan SK-KD Aqidah, yakni meneladani perilaku Nabi Ibrahim dan
Ismail yang terpuji. Sedangkan perintah mendirikan shalat dapat dikaitkan
dengan SK-KD Fiqih, yakni melakukan Dzikir dan Doa setelah Shalat. Selain itu
sebagai pengembangan dapat ditemukan Doa dari Nabi Ibrahim yang diabadikan
dalam Al-Qur’an, yakni dalam QS Ibrahim 14: 35,40, dan 41.
Dari uraian di atas, langkah
selanjutnya yakni melakukan pengembangan materi. Meminjam prinsip dalam
pembelajaran tematik, tema dapat menjadi alat pemersatu beberapa mata pelajaran
atau bahan kajian. “Dalam terminologi kurikulum lintas bidang studi, tema yang
demikian sering disebut sebagai pusat acuan dalam proses pembauran atau
pengintegrasian sejumlah mata pelajaran”[10]. Dengan
menentukan tema yang mampu mengakomodasi berbagai keterkaitan antar beberapa
mata pelajaran, maka pengembangan materi yang dilakukan nanti dapat terlihat
jelas integrasinya. Memperhatikan uraian sebelumnya mengenai keterkaitan
materi, maka tema yang dapat diajukan adalah ketaatan pada Allah. Tema ini juga
sesuai dengan konsep integrasi interkoneksi dimana materi PAI dikembangkan
untuk membentuk kepribadian muslim anak didik.
Dengan begitu, maka pengembangan
materi yang dapat dilakukan diantaranya:
1.
Dalam Mata Pelajaran Qur’an:
a.
Untuk KD membaca QS Al-Kautsar dengan
lancar dapat ditambahkan dengan mengetahui artinya.
b.
Guru juga dapat menyampaikan
keterkaitan antara perintah Qurban yang terdapat pada ayat kedua dengan kisah
Nabi Ibrahim.
c.
Guru mengaitkan pembelajaran dalam mata
pelajaran Qur’an ini dengan Ketaatan Nabi Ibrahim. Dapat pula dikaitkan dengan
pelaksanaan Shalat sebagai salah satu wujud ketaatan kepada Allah.
2.
Dalam Mata Pelajaran Aqidah:
a.
Dalam KD, Menyebutkan tugas-tugas
malaikat. Malaikat Mikail yang bertugas mengatur falaq cakrawala[11], atau
sering juga disebutkan bertugas menurunkan hujan dan membagi Rizki dapat
ditambahkan tinjauan dari Al-Qur’an, misalnya QS An Naba’ ayat 14-16, yang artinya
“Dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah” (14), ”Supaya kami tumbuhkan dengan
air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan” (15), “Dan kebun-kebun yang lebat”
(16).
b.
Kaitannya dengan ketaatan kepada
Allah, anak didik dapat diberikan pemahaman bahwa rezeki Allah begitu banyak
dilimpahkan sehingga ketaatan kepada Allah adalah kewajiban yang sebenarnya
menjadi kebutuhan anak didik. Ini juga dapat dikaitkan dengan tugas Maliakat
Raqib dan Atid yang mencatat segala amal baik dan buruk yang dilakukan manusia.
3.
Dalam Mata Pelajaran Tarikh:
a.
Dalam KD disebutkan Menceritakan
kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Untuk KD ini dapat diarahkan pada
kisah Nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi
Ismail. Materi ini hendaknya menekankan pada begitu besarnya Ketaatan dan
Keikhlasan Nabi Ibrahim serta Nabi Ismail kepada Allah.
b.
Sebagai tambahan dapat disampaikan
pula kaitan kisah tersebut dengan perintah qurban yang terdapat dalam QS
Al-Kautsar.
4.
Dalam Mata Pelajaran Akhlak:
a.
Dalam KD disebutkan; meneladani
perilaku Nabi Ibrahim AS. Mengenai perilaku Nabi Ibrahim yang dapat diteladani
adalah mau mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya untuk membuktikan
ketaatan dan kecintaannya kepada Allah yang melebihi apapun.
b.
Kaitannya dengan pengembangan materi
hubungannya dengan meneladani perilaku Nabi Ibrahim dan Ismail dapat diarahkan
dalam bersedekah/berinfak. Dapat juga dengan Shalat dengan tepat waktu (terkait
dengan KD mapel Qur’an mengenai QS Al-Kautsar tentang perintah mendirikan
Shalat).
5.
Dalam Mata Pelajaran Fiqih:
a.
Untuk KD Membaca Doa setelah Shalat,
materi dapat dikembangkan dengan doa-doa yang dari Nabi Ibrahim yang terdapat
dalam Al-Qur’an, misalnya dalam QS Ibrahim 14: ayat 35, 40 dan 41:
Éb>u ö@yèô_$# #x»yd t$s#t6ø9$# $YYÏB#uä ÓÍ_ö7ãYô_$#ur ¢ÓÍ_t/ur br& yç7÷è¯R tP$oYô¹F{$# ÇÌÎÈ
35. ...."Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini
(Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku daripada
menyembah berhala-berhala.
Éb>u ÓÍ_ù=yèô_$# zOÉ)ãB Ío4qn=¢Á9$# `ÏBur ÓÉLÍhè 4 $oY/u ö@¬6s)s?ur Ïä!$tãß ÇÍÉÈ
40. Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
$oY/u öÏÿøî$# Í< £t$Î!ºuqÏ9ur tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur tPöqt ãPqà)t Ü>$|¡Åsø9$# ÇÍÊÈ
41. Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua
ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat)".
2.
Integrasi Interkoneksi Eksternal
Sebagai contoh, berikut ini SK-KD IPA tahun 2006 kelas IV
Semester 2 tentang Bumi dan alam Semesta:
10. Memahami perubahan
lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
|
10.1
Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan,
cahaya matahari, dan gelombang air laut)
10.2
Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi,
abrasi, banjir, dan longsor)
10.3
Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir,
dan longsor)
|
Dalam SK-KD PAI Kelas IV Semester 2
sebelumnya, dalam mata pelajaran Aqidah tentang tugas malaikat, telah
disinggung sebelumnya tentang Malaikat Mikail yang bertugas menurunkan hujan
dan membagi rizki. Tentang turunnya hujan dibahas dalam mata pelajaran IPA,
seperti dapat dilihat dalam SK-KD IPA diatas.
Dalam kajian IPA, hujan terjadi dari
uap air/air laut yang menguap karena panas matahari yang kemudian menguap naik
menjadi awan. Awan tersebut kemudian akan mencair dan terjadilah hujan. Untuk
mengintegrasi dan menginterkoneksikan tinjauan ilmiah ini materi PAI yang ada
dapat dikembangkan dengan menambahkan kajian tentang surat An Naba’ ayat13 dan 14, yang berbunyi:
$uZù=yèy_ur %[`#uÅ %[`$¨dur ÇÊÌÈ
13. Dan kami jadikan
Pelita yang amat terang (matahari),
$uZø9tRr&ur z`ÏB ÏNºuÅÇ÷èßJø9$# [ä!$tB %[`$¯gwR ÇÊÍÈ
14. Dan kami turunkan
dari awan air yang banyak tercurah,
Pengembangan
materi dengan menampilkan QS An Naba’ diatas dapat memberikan pemahaman bahwa
Allah menurunkan hujan juga melalui prosedur alamiah. Selain itu, penjelasan
ilmiah mengenai terjadinya hujan juga dapat ditemui dalam Al-Qur’an.
Contoh
lain, berikut ini SK-KD MI Kelas VI Semester 1 pada mata pelajaran PAI Al-Qur’an
dan IPA:
Al
Qur’an
1.
Mengartikan Al Qur’an Surat pendek pilihan
|
|
1.1 Membaca QS Al-Qadr dan QS Al-‘Alaq ayat 1-5
1.2 Mengartikan
QS Al-Qadr dan QS Al-‘Alaq ayat 1-5
|
2. Memahami cara
perkembangbiakan makhluk hidup
|
2.1 Mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan manusia dari
bayi sampai lanjut usia
2.2 Mendeskripsikan ciri-ciri
perkembangan fisik anak laki-laki dan perempuan
2.3 Mengidentifikasi cara perkembangbiakan
tumbuhan dan hewan
2.4 Mengidentifikasi cara perkembangbiakan manusia
|
Terdapat
keterkaitan diantara dua KD diatas, yakni tentang peciptaan manusia oleh Allah
(dalam PAI Qur’an) dan perkembangbiakan manusia (dalam IPA). Dalam QS Al alaq
ayat 2 disebutkan:
t,n=y{
z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ
3. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Pada
kajian IPA reproduksi/perkembangbiakan manusia dimulai dengan pembuahan ovum
oleh sperma. Untuk lebih memperjelas keterkaitan antara materi PAI dan IPA
diatas, pengembangan materi PAI Qur’an dapat dilakukan dengan menambahkan
kajian QS Ar-Rum 20, yang artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu
dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”
Tentang
ayat ini, Ibn Kasir menafsirkan basyarun tantansyirun (manusia yang
berkembang biak) pada ayat diatas, bahwa manusia berasal dari tanah, atau
memakan makanan yang dihasilkan dari bercocok tanam, kemudian sari pati makanan
itu menjadi sperma yang dipertemukan dengan ovum wanita, hasil pertemuan itu
kemudian berubah menjadi segumpal darah dan beberapa hari kemudian berubah
menjadi segumpal daging. Segumpal daging itu kemudian berubah menjadi tulang
belulang, kemudian tulang-belulang dibungkus dengan daging. Setelah itu, Allah
meniupkan ruh ke dalamnya[12]. Dengan
tafsir dari Ibn Kasir ini, penjelasan dari ayat Al-Qur’an bahwa Allah
menciptakan manusia dari tanah dapat ditemukan kesesuannya dalam kajian ilmiah.
Proses kejadian manusia yang berawal dari materi (tanah dan air) dan imateri
(ruh) ini antara lain dijelaskan pula dalam QS. Al Mukminun 12-14 dan QS. As
Sajdah ayat 7-9[13].
D.
PENUTUP DAN SARAN
Untuk lebih memudahkan pengembangan
materi PAI MI dari perspektif integrasi
interkoneksi, guru PAI MI hendaknya mendalami materi bidang sain disamping
materi yang menjadi bidang ajarnya. Selain itu kerjasama antara guru PAI dan
guru IPA MI perlu dijalin dalam merencanakan pembelajaran, sehingga integrasi
interkoneksi yang dilakukan dapat berjalan dari dua arah. Perancangan kurikulum
MI juga perlu mempertimbangan kesesuaian antara kurikulum mata pelajaran PAI
dan IPA.
*****
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, 2005, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, Jakarta:
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Fitria, Maya, Psikologi Integrasi Interkoneksi dalam, 2007, Keilmuan,
Integrasi dan Interkoneksi Bidang Agama dan Sosial, Yogyakarta: Lembaga
Penelitian UIN Sunan Kalijaga
Hamka, 1987, Pelajaran Agama Islam, Cet IX, Jakarta: PT Bulan
Bintang
Lidinilah, Mustafa Anshori, dkk, 2006, Pendidikan Agama Islam, Cet
II, Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM
Muhaimin, 2004, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Cet II, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Muliawan, Jasa Ungguh, 2005, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, 2009, Filsafat Ilmu, Cet IX, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Shihab, M. Quraish, 1996, Wawasan Al-Qur’an, Cet III, Bandung:
Mizan
Sjadzali, Munawir, Chamamah Soeratno, dkk (ed), 2002, Enslikopedi
Al-Qur’an, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa
Sutrisno, 2008, Pendidikan Islam Yang Menghidupkan, Cet II, Yogyakarta:
Kota Kembang
[1] Abd. Rachman Assegaf “Pengantar” dalam: Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal vii-x
[2] Sutrisno, Pendidikan Islam Yang Menghidupkan, Cet II
(Yogyakarta: Kota Kembang, 2008), hal 3
[3] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Cet II
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal 176
[4] Abd. Rachman Assegaf, dalam Pendidikan Islam..., hal xii
[5] Maya Fitria, Psikologi Integrasi Interkoneksi, dalam Keilmuan,
Integrasi dan Interkoneksi Bidang Agama dan Sosial (Yogyakarta: Lembaga
Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2007), hal 369
[6] Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal 209
[7] Ibid
[8]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Cet III (Bandung:
Mizan, 1996), hal 445
[9] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Cet IX
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal V
[10] Departemen Agama, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik (Jakarta:
Direktoran Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal 14
[11] Hamka, Pelajaran Agama Islam, Cet IX (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1987), hal 118
[12]Munawir Sjadzali, Chamamah Soeratno, dkk (ed), Enslikopedi Al-Qur’an
(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), hal 329
[13] Mustafa Anshori Lidinilah dkk, Pendidikan Agama Islam, Cet II
(Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM, 2006), hal 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar