Jumat, 04 Januari 2013

Edutainment

Implementasi Konsep Edutainment  dalam Pendidikan Islam*
Oleh: Aqodiah, M.Pd. I


Lingkungan yang kondusif untuk belajar adalah lingkungan yang aman dimana pembelajaran berlangsung dalam suasana yang relaks dan tidak menegangkan, para pembelajar tidak merasa terancam, dan seluruh komponen fisik dan non fisik mereka bebas dari tekanan. Dalam hal ini pembelajaran yang tampil dalam wajah yang humanis dan dalam interaksi edukatif yang terbuka dan demokratis.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh dengan senantiasa memperhatikan waktu dan kondisi yang tepat dalam menyampaikan pengajarannya, yakni disesuaikan dengan waktu dan kondisi pembelajar misalnya; beliau selalu memilih waktu dan memperhatikan keadaan pembelajar (sahabat), mengajar berdasarkan jadwal dan tidak setiap hari, mengajar secara selektif dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, menunggu kesempatan yang tepat atas hal yang hendak diajarkan. 
Berdasarkan asumsi di atas, dan hasil telaah terhadap berbagai konsep pembelajaran yang dikembangkan, baik dalam pendidikan Islam, maupun dalam teori-teori belajar, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa upaya pendekatan bisa dilakukan untuk mengimplementasikan konsep edutainment dalam pendidikan Islam:
1.  Menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar
Dalam upaya menciptakan iklim yang menyenangkan di setiap ruang kelas diperlukan adanya variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan. Selain itu, dianjurkan juga memanfaatkan musik untuk menciptakan suasana yang kondusif di ruang-ruang kelas. Intinya adalah anak harus merasa aman secara fisik dan emosional, seluruh atmosfer kelas haruslah bersahabat dan tidak mengancam, suasana sejak siswa memasuki ruang kelas haruslah benar-benar menyenangkan. Program belajar hendaknya dirancang agar sesuai dengan perkembangan pengetahuan terbaru tentang otak dan belajar, yakni dengan menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengurangi stres, juga menciptakan perasaan positif dalam diri anak didik, sehingga mereka dapat "naik tingkat" ke area otak belajar (neokorteks) sepenuhnya. Kemudian, sampaikan pengetahuan yang dapat merangsang mereka untuk berpikir, menghubung-hubungkan, membangun jaringan saraf baru, dan menciptakan sendiri makna dan nilai yang berguna bagi mereka. 
2.  Menumbuhkan minat belajar yang tinggi
Dalam upaya menumbuhkkan minat belajar dan menarik perhatian anak didik maka perlu dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
· Melakukan komunikasi terbuka
 Seorang guru hendaknya selalu mendorong anak didik untuk membuka diri terhadap segala hal atau bahan-bahan pelajaran yang disajikan mereka, sehingga mereka dapat menyerapnya menjadi bahan apersepsi dalam pikirannya.
· Memberikan pengetahuan baru
Minat dan perhatian anak didik harus diarahkan kepada bahan-bahan pengetahuan yang baru bagi mereka. Dalam ajaran Islam terdapat prinsip pembaruan dalam belajar, baik tentang fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena yang terdapat dalam diri mereka sendiri.
· Memberikan model perilaku yang baik
Dalam rangka menumbuhkan minat ini, maka upaya guru menjelaskan kompetensi dari materi pelajaran yang disampaikannya menjadi sangat penting, karena siswa ingin belajar ketika dia melihat manfaat dan pentingnya subjek pelajaran itu. Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bermakna, akan menjadikan anak didik menyukai dan bergairah untuk mempelajari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan perasaan suka tersebut proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan lancar, karena anak didik menyadari bahwa yang dipelajari dari gurunya terdiri dari bahan-bahan ilmu pengetahuan yang akan bermanfaat dan memberikan makna bagi hidupnya lebih lanjut.
· Mengenali gaya belajar siswa 
Siswa dapat belajar dengan baik secara berkelompok, dan  ada lagi merasa bahwa belajar sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Ada orang memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada siswa yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya semua dapat terlihat.
3.  Menerapkan pembelajaran berbasis aktivitas
Belajar tidak hanya menggunakan otak (sadar, rasional, dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh dan pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang mereka "ciptakan". Pembelajaran terjadi ketika siswa memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. 
Mengajak para siswa untuk bangkit dan bergerak secara berkala akan menyegarkan tubuh mereka, meningkatkan peredaran darah ke otak, dan dapat berpengaruh positif pada belajar. Belajar berdasar aktivitas secara umum jauh lebih efektif daripada yang didasarkan presentasi, materi, dan media. Gerakan fisik meningkatkan proses mental. Bagian otak manusia yang terlibat dalam gerakan tubuh (korteks motor) terletak tepat di sebelah bagian otak yang digunakan untuk berpikir dan memecahkan masalah, sehingga menghalangi gerakan tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal. Sebaliknya, melibatkan tubuh dalam belajar akan membangkitkan kecerdasan terpadu manusia sepenuhnya. Jadi, dalam belajar jangan hanya duduk, tetapi lakukanlah sesuatu.
4.  Menerapkan pembelajaran kolaboratif
Kegiatan belajar bersama (kolaboratif) dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif, namun kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan kerjasama kelompok kecil akan memungkinkan guru untuk menggalakkan kegiatan belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga saling mengajarkan satu sama lain.
5.  Menggunakan pendekatan inquiry-discovery
Proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang diingat akan hilang dalam beberapa jam. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolah atau memahaminya. Seorang guru tidak bisa dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, karena mereka sendirilah yang harus menata apa yang mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Belajar akan efektif bila siswa diberi peluang untuk mendiskusikan informasi yang diterima, mengajukan pertanyaan, mempraktikkan, dan mengajarkannya kepada siswa yang lain. Pembelajaran akan terjadi bila informasi yang disampaikan dapat merangsang siswa untuk berpikir, menghubung-hubungkan, membangun jaringan saraf baru, dan menciptakan sendiri makna dan nilai yang dapat dijalankan. 
Dari beberapa pendekatan diatas  ada berbagai contoh yang dijadikan acuan dalam implementasi konsep edutainment dalam pendidikan Islam:
1.   Memberikan kemudahan dan suasana gembira
Prinsip memberikan kemudahan ini tergambar juga dalam pengajaran Rasulullah SAW kepada para sahabatnya, seperti yang bisa dilihat dari riwayat-riwayat berikut:  "Pada suatu saat kami tengah duduk menunggu di samping pintu rumah Abdullah ibn Mas'ud, Yazid ibn Mu'awiyah al-Nakha'i lewat di dekat kami, maka kami berkata: Tolong beritahu Abdullah bin Mas'ud bahwa kami menunggunya. Maka dia pun menyampaikannya, sehingga tidak berapa lama kemudian Abdullah ibn Mas'ud keluar menemui kami, lalu dia berkata: "Aku telah diberitahu bahwa kalian menunggu. Sebenarnya aku telah mengetahui kedatangan kalian, namun aku khawatir saat ini kalian akan merasa bosan belajar kepadaku. Karena, sesungguhnya Rasulullah saw. sendiri selalu memilih waktu dan memperhatikan keadaan kami (sebelum beliau menyampaikan pelajaran), sehingga tidak setiap hari beliau menasihati (mengajar) kami lantaran khawatir kami akan merasa bosan." 

 "Abdullah ibn Mas'ud selalu memberi pelajaran kepada orang-orang setiap hari Kamis. Maka seorang laki-laki berkata kepadanya: "Hai Abu Abdurrahman (sebutan bagi Abdullah ibn Mas'ud), sungguh kami menyukai perkataanmu dan selalu merindukannya, maka, demi kecintaan kami itu, akan menjadi lebih baik jika engkau menasihati kami setiap hari.' Dia kemudian berkata: 'Aku hanya tidak ingin kalian bosan dan sesungguhnya aku berusaha menjaga waktu dan keadaan kalian sebagaimana Rasulullah melakukannya, hal itu tidak lain demi menjadikan kalian agar tidak bosan." 

"Permudahlah (setiap urusan) dan janganlah kalian mempersulit, berikanlah kabar gembira dan janganlah kalian membuat mereka lari." 


Prinsip memudahkan dan menciptakan suasana gembira dalam pembelajaran bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menciptakan suasana akrab.  Seorang guru memasukkan kata-kata humor yang mengasyikkan di sela-sela belajar. Hal ini agar dapat mengusir kejenuhan dan kebosanan yang menegangkan suasana kelas, dan supaya bisa mengembalikan lagi semangat belajar anak untuk mengikuti materi pelajaran.
Beberapa manfaat memasukkan kata-kata yang menyenangkan (humor/ gurauan) di sela-sela belajar, antara lain: a) bisa mengusir kebosanan dan kejenuhan; b) menyegarkan (refreshing) hati dan ketegangan dan keseriusan; c) memberikan waktu rehat bagi guru; d) mengasah hati dan memberikan suasana baru untuk melanjutkan menyerap pelajaran; dan e) merubah suasana kelas yang kering dan menegangkan menjadi santai. Humor (bergurau) adalah bergembira bersama orang lain dengan tanpa merugikan dan melecehkannya. Imam Nawawi berkata, "Ketahuilah bahwa humor yang dilarang adalah humor yang keterlaluan, karena hal itu dapat mengeraskan hati, lupa mengingat Allah, dan menyia-nyiakan waktu. Sedangkan humor-humor yang selain itu boleh saja, karena Rasulullah SAW juga pernah melakukan hal itu demi untuk kebaikan mukhatab dan supaya lebih terkesan familiar. Hal itu merupakan sunnah Nabi SAW dan merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh guru ketika memberikan materi kepada anak didiknya. 
Al-Ghazali berkata, "Jika kamu melakukan sesuatu yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. yaitu bercanda dengan kata-kata yang benar, tidak menyakitkan hati, tidak keterlaluan, serta tidak sering dilakukan, hal itu tidaklah berdosa. Akan tetapi kekhilafan manusia yang sangat fatal adalah ketika manusia terlalu sering bercanda dan keterlaluan bahkan malah mengaku-ngaku bahwa tindakan mereka itu juga berdasarkan dari tindakan Rasulullah SAW". 
2.  Komunikasi yang ramah
Jiwa manusia pada dasarnya cenderung kepada keramahan, kelemah-lembutan, tutur kata yang halus serta jauh dari kekerasan dan kekasaran. Oleh sebab itu, sebaiknyalah seorang guru memperhatikan hal ini dan mengaplikasikannya kepada anak didiknya. Bersikap kasar bagi seorang guru merupakan hal yang fatal dan membahayakan, apalagi terhadap anak didik, karena hal itu dapat mencetak kepribadian yang buruk. Artinya, jika seorang guru mengajar dengan cara kekerasan dan paksaan terhadap anak didik, maka hal itu menjadikan anak didiknya patah semangat, tidak aktif, malas dan senang berbohong , serta ilmu yang berkembangpun menjadi lebih ke arah makar. 
Di antara sifat ramah yang diteladankan Rasulullah SAW terhadap para sahabatnya adalah seperti dalam riwayat berikut: Anas ra. berkata, "Ketika kami sedang berada di Masjid bersama Rasulullah SAW tiba-tiba datang seorang Badui, lalu ia kencing berdiri di dalam Masjid. Lalu para sahabat itu menegurnya: Pergi... pergi...! Lalu Rasulullah SAW berkata, "Jangan memotong kencingnya, panggillah dia!". Para sahabat yang ada di situ akhirnya meninggalkannya, sehingga orang Badui itu melanjutkan kencingnya. Kemudian Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata kepadanya, "Ini masjid! tidak baik untuk dikencingi ataupun sesuatu yang kotor, seharusnya Masjid adalah tempat untuk berdzikir kepada Allah, untuk shalat dan untuk membaca Al-Quran". Anas melanjutkan, "Beliau lalu menyuruh seorang lelaki dari kaum itu untuk membawakan se-ember air dan menyiramnya". Anas berkata, "Setelah mengerti, orang Badui itu lalu berkata, "Demi bapakku dan ibuku! Beliau tidak mencela, tidak marah dan tidak memukul". 
3.  Kehalusan dan kelembutan (dalam ucapan dan perilaku)
"Maka disebabkan rahmat dan Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka ..."  (Al-imran; 159)
Perkataan yang kotor, cacian, serta memperolok-olok orang lain merupakan tindakan yang tidak disukai dan harus dihindari, lebih-lebih oleh seorang guru yang menjadi teladan bagi anak didiknya. Jika seorang guru mengucapkan kata-kata kotor dan menyakitkan, meskipun dalam kadar yang kecil saja, maka hal itu sudah merupakan aib baginya, apalagi jika ia melakukan dalam skala yang lebih luas. Bagaimanapun, ucapan seorang guru pasti akan mempengaruhi anak didiknya, baik dari segi positif maupun negatif. Perkataan yang kotor, dan penghinaan akan berdampak negatif bagi anak didiknya, bahkan bisa merusak jiwanya. 
4.  Memperlakukan anak dengan kasih sayang
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang tidak punya rasa kasih sayang, niscaya tidak akan dikasih sayangi”. Tsabit telah meriwayatkan dari Anas yang telah menceritakan bahwa Nabi SAW mengambil putranya, Ibrahim, lalu menciumi dan membelainya. Di antara anjuran Nabi kepada para ayah untuk menyayangi anak-anak mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh Anas. Disebutkan bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada 'Aisyah, lalu 'Aisyah memberinya tiga butir kurma. Wanita itupun memberikan kepada dua anaknya masing-masing sebiji kurma dan sisanya untuk dirinya sendiri. Buah kurma itu langsung dimakan oleh kedua anaknya, lalu keduanya memandang kepada ibunya, maka sang ibu memahami anaknya, lalu membelah sebiji buah kurma itu menjadi dua bagian dan memberikan kepada masing-masing dari dua anaknya itu separoh buah kurma. Kemudian Nabi saw. datang dan 'Aisyah menceritakan peristiwa itu kepadanya, maka Nabi saw. bersabda: “Mengapa kamu mesti heran dengan sikapnya? Sesungguhnya Allah telah merahmatinya karena kasih sayangnya kepada kedua anaknya itu”. 
5.  Bercengkerama dengan anak
Banyak riwayat yang menunjukkan sikap Nabi SAW yang amat toleran terhadap anak. Beliau sering menyapa anak-anak dari sahabat-sahabatnya. Beliau sering menggendong al-Hasan dan al-Husain di pundaknya. Beliau suka mencium, bercengkerama, dan bermain dengan mereka. Misalnya, suatu saat Nabi SAW sedang berbaring, tiba-tiba al-Hasan dan al-Husain datang, lalu keduanya bermain-main di atas perutnya. Keduanya sering menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud dalam shalatnya, bahkan beliau pernah merangkak, sedang al-Hasan dan al-Husain menaiki punggungnya, lalu bersabda: “Sebaik-baik unta adalah unta kalian berdua dan sebaik-baik penunggang adalah kalian berdua”.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi saw. pernah menimang-nimang al-Hasan dan al-Husain seraya mendendangkan nyanyian yang artinya:  "Hai kecilku, hai kecilku, naiklah, hai si mata kecil!"
Sang anakpun menaiki tubuhnya dan meletakkan kedua kakinya di atas dada beliau yang dalam posisi terlentang. Dalam Hadits ini terlihat Rasulullah bermain dan menimang-nimang al-Hasan dengan kedua tangannya yang mulia untuk menaikkannya ke dadanya sembari mengucapkan kata-kata: "Naiklah, hai kecilku, ke atas dadaku! Naiklah, hai si mata kecil yang lucu!" 
Dengan bercengkerama dan sikap lemah-lembut kepada anak-anak serta menyesuaikan diri dengan berpura-pura menjadi anak kecil yang sebaya dengannya, beliau menyalurkan kehangatan dan kasih sayang yang tulus ke dalam jiwa anak-anak, agar nanti bila besar tidak tumbuh menjadi orang yang berhati kecil, keras, dan kejam. 

* Kumpulan Makalah Pasca PGMI UIN Suka 2010

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohamad 1984. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru.
Hamalik. Oemar. 1983. Metode Belajar dan Kesulitan. Tarsito. Bandung.
Mulyadi. Pengantar Psikologi Belajar. Fakultas Tarbiyah. IAIN Malang. 1979.
Simanjuntak, Sh. Cara Belajar Siswa Aktif. Usaha Nasution. Surabaya. 1982.
Hamruni, 2009, Edutainment Dalam Pendidikan Islam dan Teori-Teori Pembelajaran Quantum, Cet. Ke-2 , Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga.

--------, 2009.  Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif menyenangkan, Cet. I, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar